Sumber
Daya Matahari
Matahari adalah sumber utama bagi kehidupan di muka bumi ini.
Oleh karena itu Pemanfaatan energi matahari sebagai sumber energi alternatif
untuk mengatasi krisis energi, khususnya minyak bumi, yang terjadi sejak tahun
1970-an mendapat perhatian yang cukup besar dari banyak negara di dunia. Di
samping jumlahnya yang tidak terbatas, pemanfaatannya juga tidak menimbulkan
polusi yang dapat merusak lingkungan. Cahaya atau sinar matahari dapat
dikonversi menjadi listrik dengan menggunakan teknologi sel surya atau
fotovoltaik.
Menurut artikel (pikiran rakyat, kamis 22 september 2005)
yang saya baca bahwa ada kenyataan yang sulit
dibantah, setengah dari 220 juta jiwa penduduk negeri ini belum menikmati
penerangan listrik. Banyak alasan yang menjadikan demikian. Mulai dari
ketidakmampuan pemerintah menyediakan jaringan listrik, hingga harga yang sulit
terjangkau oleh warga. Sistem penerangan paling murah yang mungkin dimiliki
masyarakat daerah terpencil adalah lampu cempor atau patromaks dengan bahan
bakar minyak tanah.
Mengingat
besarnya investasi yang harus dikeluarkan untuk membangun jaringan sistem
kabel, PLN kini mulai menempuh cara baru, yakni mengembangkan PLTS (pembangkit
listrik tenaga surya). PLTS lebih diperuntukkan bagi warga desa yang belum
tersentuh jaringan listrik. Pertimbangannya, meski dari sisi biaya investasi
masih relatif tinggi, namun jika dibandingkan dengan membangun jaringan kabel,
pengembangan PLTS lebih memungkinkan
Saat ini pengembangan PLTS di Indonesia telah mempunyai basis
yang cukup kuat dari aspek kebijakan. Namun pada tahap implementasi, potensi
yang ada belum dimanfaatkan secara optimal. Secara teknologi, industri
photovoltaic (PV) di Indonesia baru mampu melakukan pada tahap hilir, yaitu
memproduksi modul surya dan mengintegrasikannya menjadi PLTS, sementara sel
suryanya masih impor. Padahal sel surya adalah komponen utama dan yang paling
mahal dalam sistem PLTS. Harga yang masih tinggi menjadi isu penting dalam
perkembangan industri sel surya. Berbagai teknologi pembuatan sel surya terus
diteliti dan dikembangkan dalam rangka upaya penurunan harga produksi sel surya
agar mampu bersaing dengan sumber energi lain.
Mengingat ratio elektrifikasi di Indonesia baru mencapai
55-60 % dan hampir seluruh daerah yang belum dialiri listrik adalah daerah
pedesaan yang jauh dari pusat pembangkit listrik, maka PLTS yang dapat dibangun
hampir di semua lokasi merupakan alternatif sangat tepat untuk dikembangkan.
Dalam kurun waktu tahun 2005-2025, pemerintah telah mencari solusi dari
permasalahan yang terjadi saat ini te salah satunya dengan merencanakan
menyediakan 1 juta Solar Home System berkapasitas 50 Wp untuk masyarakat
berpendapatan rendah serta 346,5 MWp PLTS hibrid untuk daerah terpencil. Hingga
tahun 2025 pemerintah merencanakan akan ada sekitar 0,87 GW kapasitas PLTS
terpasang.
Dengan asumsi penguasaan pasar hingga 50%, pasar energi surya di Indonesia sudah cukup besar untuk menyerap keluaran dari suatu pabrik sel surya berkapasitas hingga 25 MWp per tahun. Hal ini tentu merupakan peluang besar bagi industri lokal untuk mengembangkan bisnisnya ke pabrikasi sel surya.
Dengan asumsi penguasaan pasar hingga 50%, pasar energi surya di Indonesia sudah cukup besar untuk menyerap keluaran dari suatu pabrik sel surya berkapasitas hingga 25 MWp per tahun. Hal ini tentu merupakan peluang besar bagi industri lokal untuk mengembangkan bisnisnya ke pabrikasi sel surya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar