MAKALAH SUMBER DAYA ALAM DAN BERKELANJUTAN
“PEMBANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN”
Disusun Oleh :
Kelompok 9
Lina Kurnia Sari (1001045295)
Athief Efendi (1001045280)
Kelas 6.i
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR HAMKA
JAKARTA
2013
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim,
Dengan mengucapkan rasa syukur kekhadirat Allah SWT, penulis telah
mengerjakan salah satu tugas mata kuliah Sumber Daya Alam dan
Berkelanjutan dalam bentuk makalah, yang membahas mengenai Pembangunan
Berwawasan Lingkungan. Shalawat serta salam teruntuk sang revolusioner
yang paling berpengaruh di dunia yakni nabi Muhammad SAW, yang
mengantarkan kita kepada sebuah wahyu dari Allah yaitu “Iqra”. Tujuan
penulis ini selain tugas, penulis juga berharap agar makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca, terutama untuk panduan mahasiswa saat meneliti
kelak.
Penulis menyadari bahwa makalah ini kurang sempurna. Oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan saran-saran dari para pembaca, terutama
Bapak Hari Naredi, M. Pd selaku dosen mata kuliah Sumber Daya Alam dan
Berkelanjutan demi perbaikan tugas pada tugas selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin ...
Jakarta, Mei 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Sumber daya alam merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia
sangat bergantung pada sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Sumber daya alam adalah semua kekayaan bumi, baik biotik
maupun abiotik yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia
dan kesejahteraan manusia, misalnya tumbuhan, hewan, udara, air, tanah,
bahan tambang, angin, cahaya matahari, dan mikroba.
Sumber daya alam di dunia ini jumlahnya tetap sedangkan populasi manusia
makin berkembang. Oleh sebab itu sumber daya alam harus dikelola dan
dimanfaatkan searif dan bijak dan sehemat mungkin supaya generasi
penerus masih dapat merasakannya. Sumber daya ala, merupakan kekayaan
yang dimiliki oleh alam yang tidak bisa dihasilkan oleh manusia.
Zaman sekarang ini upaya-upaya dalam melestarikan sumber daya alam terus
dilakukan tetapi belum sepenuhnya terwujud. Manusia yang terus
berkembang menyebabkan penggunaan sumber daya alam yang makin meningkat,
maka harus ada pengelolaan sumber daya alam yang bijak dan benar. Ada
beberapa upaya dalam mencegah, menangani, dan mengembalikan sumber daya
alam yang telah rusak. Pengelolaan sumber daya alam harus memperhatikan
hal-hal yang akan merugikan lingkungan dan harus mencari solusi dari
dampak tersebut.
Pemanfaatan sumber daya alam artinya adalah menggunakan atau mengambil
manfaat dari sumber daya alam yang ada untuk kepentingan manusia.
Pemanfaatan sumber daya alam tidak boleh merusak ekosistem secara
efisien dan memikirkan kelanjutan sumber daya alam itu. Pada dasarnya
alam mempunyai sifat yang beraneka ragam, namun serasi dan seimbang.
Oleh karena itu, perlindungan dan pengawetan alam harus terus dilakukan
untuk mempertahankan keserasian dan keseimbangan tersebut. Semua
kekayaan yang ada di bumi ini, baik biotik maupun abiotik, yang dapat
dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia merupakan sumber daya alam.
Tumbuhan, hewan, manusia, dan mikroba merupakan sumber daya alam hayati,
sedangkan faktor abiotik lainnya merupakan sumber daya alam nonhayati.
Pemanfaatan sumber daya alam harus diikuti oleh pemeliharaan dan
pelestarian karena sumber daya alam bersifat terbatas.
Seiring dengan perkembangan zaman, manusia mampu memanfaatkan sumber
daya alam secara lebih luas. Pertambahan populasi manusia serta
perkembangan pengetahuan dan teknologi juga telah mendorong manusia
untuk memanfaatkan sumber daya alam secara lebih kreatif dan intensif.
Tidak heran manusia semakin mampu menguasai alam dengan cara-cara yang
merusak dan tanpa mempertimbangkan kelestariannya.
BAB II
PEMBAHASAN
Makna Pembangunan
Pembangunan adalah perwujudan dari upaya dan budi daya manusia melalui
penguasaan serta penerapan ilmu pengetahuan dan keterampilan teknologi.
Pembangunan dan kualitas hidup
Keterampilan dalam rekayasa ini perlu disertai kepedulian sosial,
ekonomi dan budaya dalam memanfaatkan sumber daya alam untuk
kelangsungan peri kehidupan, peningkatan kualitas hidup dan
kesejahteraan diri bersama seluruh masyarakat.
Gambar. 104
Model pembangunan dengan manusia sebagai pelaku dengan penguasaan IPTEK
dan kepedulian sosekbud untuk memanfaatkan sumber daya alam guna
peningkatan kesejahteraan maupun kualitas hidup bagi kelangsungan peri
kehidupan termasuk bagi para peserta pembangunan yang lain.
Jadi pembangunan memerlukan dukungan sumber daya alam yang
dimanfaatkan oleh sumber daya manusia sebagai pelaku pembangunan yang
memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi dengan disertai kepedulian
sosial, ekonomi budaya dan dengan wawasan yang ramah lingkungan. Untuk
itu diperlukan pendidikan ilmu pengetahuan pada taraf yang disesuaikan
dengan program dan taraf yang dipercayakan pada dan dibutuhkan dari
dirinya.
Lingkungan hidup, termasuk manusia, pengada insane lain dan pengada
ragawi, walaupun bukan pelakunya tetapi semuanya akan mengalami
perubahan yang terjadi, baik dampak, risiko maupun makna atau perolehan
hasil pembangunan.
Pembangunan antar sektor
Dalam menelaah masalah pembangunan melalui berbagai sektor pembangunan,
terlihat adanya kesamaan dalam tujuan sektor-sektor itu, yaitu untuk
meningkatkan kualitas hidup melalui pemanfaatan berbagai unsur sumber
daya alam termasuk materi, makhluk hidup dan waktu. Tetapi dalam
kenyataan tidak terlihat adanya kerja sama terintegrasi yang mutualistik
di antara berbagai sektor pembangunan itu. Padahal pembangunan dengan
berbagai misi dan corak sektornya memerlukan kesepakatan, kesetaraan dan
keseimbangan dalam menggunakan daya dan peluang pemanfaatan sumber daya
alam bagi pemenuhan kebutuhan dan peningkatan kualitas hidup.
Gambar 105.
Pembangunan dengan berbagai sektornya memerlukan keterkaitan secara
terpadu segenap faktor dalam lingkungan hidup yang meliputi sumber daya
dengan manusia sebagai pelaku atau peserta pembangunan, sumber daya alam
yang diperlukan sebagai dukungan segala yang diperlukan bagi kehidupan
secara keseluruhan.
Kemandirian Pembangunan
Ketergantungan kita pada pihak di luar negeri dalam berbagai hal
seharusnya kita sadari sebagai penyebab terpuruknya bangsa kita yang
hidup di negara merdeka, tetapi yang nyaris kehilangan jati diri dan
kemandirian. Hal ini terjadi antara lain dimana kita terpaksa mengimpor
barang, jasa maupun tenaga dan teknologi serta berutang sebagai modal
pembangunan. Bahkan beras, jagung, ketela, gula, dan garam pun sering
kali harus kita impor. Jelas bahwa sebagian (besar) seharusnya dapat
kita atasi atau kita hasilkan sendiri.
Sebaliknya kita mengekspor bahan baku berupa minyak mentah, bijih
mineral, ikan, rumput laut yang sebenarnya berbenturan dengan
pengembangan industri dalam negeri sendiri yang dapat membuka lapangan
kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat maupun Negara. Sekedar
sebagai contoh adalah ekspor kayu gelondongan (baik legal maupun
illegal) berbenturan dengan pengembangan industri kayu di dalam negeri,
misalnya peralatan rumah tangga dan kantor, plywood, pulp, kertas, dan
sebagainya. Ekspor rumput laut yang tentu menguntungkan eksportir,
tetapi menutup peluang untuk mengembangkan industri rumput laut untuk
alginat, bahan farmasi, komestik, pasta gigi, agar-agar, selai, keripik,
dodol, dan sebagainya yang merugikan nelayan, petani serta negara.
Jadi kemandirian pembangunan ini perlu ditingkatkan dengan berbagai upaya, yaitu:
Mengurangi ketergantungan pada tenaga, modal, dan teknologi tetapi
justru membuka transfer informasi dari luar dalam etos kemitraan;
Memanfaatkan pengerahan tenaga kerja seoptimal mungkin dari sumber daya manusia kita sendiri;
Mengusahakan sehemat, seefisien dan seefektif mungkin penggunaan sumber daya alam sendiri;
Pemanfaatan hasil barang dan jasa untuk masyarakat sendiri, terutama bagi masyarakat dimana pembangunan itu berlangsung.
Pembangunan Indonesia
Pembangunan tidak suistainable
Menurut komisi Brundtland, suistainable development adalah “pembangunan
yang mencukupi kebutuhan generasi sekarang tanpa berkompromi
(mengurangi) kemampuan generasi yang akan dating untuk memenuhi aspirasi
dan mencukupi kebutuhan mereka sendiri”. Disamping itu kemudian muncul
berbagai batasan tentang pembangunan yang terdukung dan berkelangsungan
itu. World Conservation Society (WCS), IUCN bersama UNEP dan WWF antara
lain menekankan makna pembangunan pada perbaikan sosial-ekonomi,
pemanfaatan secara lestari sumber daya alam serta perhatian pada daya
dukung dan keanekaragamannya dalam jangka panjang.
International Institute for Suistainable Development (IISD) di Naitoba
(Kanada) pimpinan Dr. Arthur Hanson merumuskan: “suistainable
development means conducting business in a way which meet the needs of
the enterprice and its stakeholders today while protecting, sustaining
and enhading the human and natural resoursers needed tomorrow”.
Dalam hubungan ini oleh Pearce & Atkinson (1993:65) menjelaskan
bahwa pembangunan Indoneia dinilai unsustainable belum berkelangsungan.
Hal ini terbukti dari kenyataan bahwa nilai sumber daya alam Indonesia
mengalami depresiasi (pengurasan) sebesar 17% dari GDP, sedang hasilnya
untuk pembangunan (savings) hanya sebesar 15% dari GDP.
Gambar 106.
Indonesia berada di bawah garis pembangunan yang “suistainable” karena
pengurasan atau depresiasi sumber daya alamnya 17-18% dari GDP lebih
tinggi daripada tabungan atau hasil yang diperolehnya untuk investasi
pembangunan sektor produktif yang hanya 15%. (Pearce & Atkinson 1993
dalam Soerjani 1997).
Pembangunan itu baru dinilai berkesinambungan (suistainable) apabila
pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan sehemat mungkin, seefesien dan
seefektif mungkin. Disamping itu perlu diupayakan nilai tambah sumber
daya alam itu melalui rekayasa teknologi jasa, budaya, dan seni.
Andaikata kita memerlukan sumber daya alam sebesar 17-18%, apabila hal
itu rekayasa dengan memberikan nilai tambah, nilai tabungan yang cukup
besar, sehingga sisa yang dikonsumsi masih cukup untuk merehabilitasi
atau memulihkan sumber daya alam yang kita pergunakan.
Pembangunan yang berkelangsungan
Jadi jelas bahwa kemampuan sumber daya manusia untuk memberi “nilai
tambah” sumber daya pendukung pembangunan melalui penerapan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni-budaya merupakan kunci apakah
pembangunan yang dilaksankaan itu berkelangsungan, berkesinambungan
(suistainable) atau tidak.
Sayangnya “gerakan” untuk membantu pengusaha kecil dan menengah ini
lebih bermakna sebagai retorika daripada dilaksanakan dengan kesungguhan
hati yang adil dan tulus. Padahal jelas bahwa dengan pemberdayaan
rakyat untuk mengembangkan industri kecil dan menengah pada taraf
koperasi atau rumah tangga (cottage industry) akan merupakan peluang
terciptanya lapangan kerja dan peningkatan pendapatan keluarga untuk
pendidikan dan masa depan anak-anak, di samping secara langsung
merupakan peningkatan kesehatan keluarga.
Gambar 107.
Pemanfaatan sumber daya alam tanpa nilai tambah dengan perolehan (Rp. A)
yang tidak suistainable karena sumber daya alam itu dikonsumsi tanpa
nilai tambah. Dengan menghemat, dalam menggunakan sumber daya A¹ mungkin
tetap diperoleh hasil Rp. a.
Pemanfaatan sumber daya alam dicapai melalui peningkatan nilai tambah
kemampuan manusia dan nilai tambah teknologi yang tepat guna yang
memungkinkan dihasilkannya Rp. a+ ditambah dengan perolehan yang lebih
bermakna walaupun tidak berupa uang, termasuk kesempatan kerja,
ketenteraman sosial, dan sebagainya (modifikasi dari Soerjani 1997;
1999: 192).
Kecenderungan untuk menguras dan menghamburkan SDA, baik yang hayati,
non hayati maupun tenaga, pikiran, dan waktu perlu dibatasi dengan
upaya penghematan (reduce), menolak (refuse) bahan yang berbahaya (B3)
atau menggantinya (replace) dengan bahan yang aman, melalui pakai ulang
(reuse), umurnya diperpanjang (durability), diperbaiki atau direparasi
(repair), diisi kembali (refill) seperti botol minuman dan sebagainya,
diperkuat kembali (restrenghten) misalnya baterai (recharge) atau
dikonstruksi kembali (reconstruct), direhabilitasi, remediasi, dan
sebagainya.
Disamping itu kecuali penghematan dan peningkatan nilai/mutu produk,
juga diperoleh keuntungan yang tidak dapat diukur dengan uang
(intangible) berupa kesempatan kerja, ketenteraman, peningkatan
keterampilan melalui pendidikan dan latihan, kesehatan, dan sebagainya.
Gambar 108.
Perbedaan nyata antara penjualan kayu gelondongan (A) dibandingkan
dengan pengolahan kayu sebagai kayu lapis (plywood) (B) yang
menghasilkan nilai tambah yang lebih menguntungkan
Contoh lain tentang produk penghematan dan pemberian nilai tambah
sebagai contoh dapat diterapkan pada pabrik kertas. Cara seperti ini
dapat diterapkan pada berbagai industri, seperti industri plastik,
botol, dan sebagainya.
Gambar 109.
Pabrik kertas yang ramah lingkungan (1) dalam pengambilan air dari hilir
dan pembuangan air setelah dikelola limbahnya; (2) menghemat atau
mengurangi penebangan kayu sebagai bahan baku dengan memanfaatkan kertas
bekas.
Dengan kekayaan sumber daya alam Indonesia yang cukup melimpah,
sebenarnya masyarakat kita yang sebagian besar adalah petani, peladang,
peternak, dan nelayan seharusnya tidak berada dalam kemiskinan. Mereka
harus mendapatkan peluang, kesempatan dan pemberdayaan diri melalui
pendidikan dan pelatihan untuk mengembangkan industri kerakyatan yang
memberi nilai tambah produk yang dihasilkannya. Petani dan nelayan tidak
mengekspor atau didorong untuk langsung menjual sayur, buah, dan hasil
laut, tetapi diberdayakan untuk menghasilkan produk sesuadah diproses
dengan nilai tambah, seperti asinan, selai, kecap, keripik, sambel uleg,
sambal bajag, pindang, abon ikan, agar-agar, sirup rumput laut, dodol,
dan sebagainya (Soerjani dkk. dalam Petani Peduli Lingkungan 2004 dan
Soerjani & Muchsin dalam Pendidikan Nelayan Muda Masa Depan 2004).
Gambar 110.
Petani didorong untuk mengolah nanas dan pepaya menjadi selai nanas dan
pepaya (A,C), sedangkan dari cabe diolah menjadi saus cabe (B,D).
Gambar 111.
Hasil laut berupa ikan yang diolah menjadi abon ikan (A-B) dan rumput
laut yang diolah menjadi selai dan sirup rumput laut (C-D).
Pelaku Pembangunan
Pelaku pembangunan juga disebut development stakeholders, peran serta
atau keterkaitannya dalam pembangunan dapat berbeda tahapannya,
tergantung pada besar kecilnya peranan dan besar tidaknya dampak
keterlibatannya.
Pelaku / stakeholder yang aktif adalah pihak, perorangan atau kelompok
yang langsung berkepentingan dengan pembangunan. Mereka dapat menjadi
pemilik kegiatan, menjadi pemberi dana (pinjaman atau bukan), ikut
merancang, membangun, bekerja dan sebagainya, sehingga menjadi kelompok
entrepreneur, penyandang atau pendukung kegiatan. Stakeholder atau
shareholder yang pasif adalah mereka yang tidak langsung berperan serta,
mungkin pemilik tanah yang dijual kepada developer pembangun rumah,
pabrik atau jalan. Mereka betul-betul pasif karena tidak terlibat apapun
walaupun akhirnya ikut menerima dampaknya baik yang negatif maupun
positif. Misalnya, dengan dampak positif mereka akhirnya dapat juga ikut
serta sebagai pekerja, membuka warung dan sebagainya atau dampak
negatifnya mereka terkurung dalam wilayah serta dalam ruang yang
tertutup untuk tidak dapat bergerak leluasa seperti sebelumnya.
Pemerintah
Pemerintah sebagai penanggung jawab kebijakan, umumnya merupakan
stakeholder aktif yang utama, terutama untuk projek pembangunan jalan,
pembangunan kantor, dan sebagainya. Dalam berbagai kasus, baik itu
pembangunan projek pemerintah maupun swasta sebenarnya peranan
pemerintah adalah yang paling utama. Karena itu dalam suatu makalah pada
Kongres Ilmu Pengetahuan tahun 2003 (Soerjani 2003a) disarankan agar
pemerintah (pusat) mempunyai badan yang mungkin dipimpin seorang Menteri
Koordinator Pembangunan.
Perlu adanya pertimbangan bahan baku konsep 3R (reduce, reuse, dan
recycle) seharusnya diganti dengan konsep RC (resource cycling) artinya
bagaimana memanfaatkan sumber daya yang ada untuk berbagai kemungkinan
pemanfaatannya. Kalau kita makan pisang, sebenarnya kulit pisang bukan
limbah tetapi sumber daya yang dapat dimakan kambing. Jadi sebagai sisa
sumber daya (manusia) jangan terburu-buru diarahkan untuk recycling of
waste tetapi dicari tempatnya dalam resource cycle. Jadi sangat perlu
dimulai pengertian yang baru ini dalam pengelolaan lingkungan atau
khususnya pengelolaan sumber daya, karena semua keramahan lingkungan
harus menuju aktivitas yang tanpa atau kecil sisanya (no-waste atau zero
waste).
Jadi daur ulang limbah itu tidak ada dalam kamus lingkungan, karena
tidak ada limbah, yang ada adalah upaya mencari makna lain dari sumber
daya selebihnya sisa yang dikonsumsi, sehingga tidak ada sumber daya
yang tersisa lagi.
Keterangan :
: hubungan resmi kelembagaan
: hubungan pembinaan pengaturan UU & perundang-undangan lingkungan hidup
Gambar 112.
Kelembagaan lingkungan hidup dalam hubungan dengan Menteri lain dalam
Kabinet, dengan Menteri Koordinator Pembangunan yang membawahi tiga
Deputi Menko atau Menteri Perencanaan Pembangunan, Deputi Menko atau
Menteri Pengawasan Pelaksanaan Pembangunan, dan Deputi Menko atau Menko
Evaluasi Pembangunan. Di samping itu Menteri Lingkungan Hidup juga
membantu dan berkoordinasi dengan semua Menteri dari sektor lain, di
bidang industri, pertambangan, dalam negeri, pendidikan , dan
sebagainya. Menteri Koordiantor Pembangunan ini sebenarnya juga dapat
dirangkap seorang yang memiliki kompetensi sebagai pakar lingkungan
hidup. Jadi Menteri Pembangunan dan Menteri Lingkungan Hidup menjadi
satu badan koordiansi pembangunan.
Hal ini merupakan perluasan kerja BAPPENAS dilengkapi dengan
pengawasan pelaksanaan dan pengawasan hasil pembangunan atau yang
mengaudit / mengakuntabilitas pembangunan. Sistem ini dapat merupakan
perluasan tugas dari BPK sekarang ini.
Demikian pula di daerah otonom, provinsi, kabupaten atau kota; kepala
daerah juga perlu dibantu perangkat lembaga atau pejabat yang bertugas
sebagai Badan Koordinasi Pembangunan (BPK) sebagai perluasan tugas Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA). Sebagai misal BAPPEDA
Provinsi Gorontalo adalah perpanjangan dari Badan Peningkatan
Pembangunan Daerah, jadi badan ini sekaligus mencakup tugas perencanaan,
pengawasan dan pengaudit akuntabilitas pembangunan.
Unir Kerja Kementerian Lingkungan Hidup
Dalam kurun waktu 2005-2009 ini kebijakan lingkungan hidup di bawah
pimpinan Menteri Negara Lingkungan Hidup, Ir. Rachmat Witoelar
tercermin dalam susunan unit kerja dan program prioritasnya seperti pada
Tabel dibawah ini.
Tabel. 30. Unit kerja program prioritas dan Deputi Menteri Lingkungan Hidup yang berkewajiban.
No.BidangProgram PrioritasDeputi MenteriITata lingkunganRekonstruksi dan
Rehabilitasi NAD, Ladia GalaskaIr. Arie Djunardi Djoehana Djoekardi,
M.A.IIPengendalian Pencemaran LingkunganAdipura, Proper, Superkasih,
Langit BiruIr. Moh. Gempur AdnanIIIPeningkatan Konservasi SDA &
Pengendalian Kerusakan LingkunganKebakaran Hutan & Lahan, Penebangan
Liar, Pantai Lestari, Hari Cinta Puspa & Satwa NasionalDra.
Masnellyarti, M. Sc.IVPengelolaan B3 dan Limbah B3Penanganan limbah, B3,
Perbaikan Sistem dan Mekanisme perijinan B3dr. Yanuardirasudin M.,
DSPA.VPenataan LingkunganKasus Pencemaran Teluk Buyat, RUU
limbahHoetomo, MPAVIKomunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan
MasyarakatPenghargaan Kalpataru, Kampanye Lingkungan, Public
RelationDrs. SudaryonoVIIPembinaan Sarana Teknis dan Peningkatan
KapasitasPeningkatan Pendanaan LN, Jaringan informasi, Institut
Lingkungan IndonesiaIr. Isa Karmisa ArdiputraVIIISekretaris Menteri
Negara Lingkungan HidupKoordinasi pelaksnaan teknis/administrasi
lingkungan hidupIr. Arif Yuwono, M.A
Dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup di daerah, baik provinsi,
kabupaten dan kota, pemerintah daerah dilengkapi dengan sebuah badan
yang disebut Bapedelda. Pada lima region kegiatan tersebut
dikoordinasikan oleh Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional (PPLH
Regional).
Swasta, Pengusaha
Para pengusaha bisnis/swasta merupakan bagian penting sebagai penggerak
pembangunan. Tetapi peranan para pengusaha ini harus diarahkan sebagai
peranan pelayanan kepentingan masyarakat dengan perolehan keuntungan
atau profit yang pantas, optimal dan berkelangsungan (suistainable) jadi
keuntungan yang tidak berlebihan. Pada kenyataannya para pengusaha ini
bukan melihat peranannya sebagai pemberi pelayanan kebutuhan masyarakat,
tetapi lebih sebagai pengambil keuntungan sebesar mungkin dari
masyarakat sebagai konsumen.
Jadi pada saat sekrang kinerja para pengusaha seharusnya dibina melalui
paradigm baru “usaha harus dilakukan dengan menggunakan sumber daya
sehemat mungkin (waktu, tenaga, sumber daya, dan biaya), dengan
keuntungan yang optimal, yakni sepantasnya (tidak sebesar mungkin) agar
berkelangsungan keuntungan usahanya”.
Sebagai contoh kalau selembar kertas total biaya produksinya Rp. 50,-
pengusaha kertas tidak menjualnya Rp. 100,- seperti harga umum di
pasaran, tetapi berdasarkan paham kelangsungan yang optimal pengusaha
itu menjualnya dengan harga Rp. 60,-. Dengan keuntungan Rp. 10,-
perusahaannya akan meraih keuntungan yang berkelanjutan. Cara ini
merupakan keuntungan yang kompetitif (competitive advantage), sehingga
dari waktu ke waktu perusahaannya bertambah maju terus dan
berkelangsungan usahanya.
Lembaga Kependidikan
Lembaga kependidikan merupakan faktor penting dalam pengadaan sumber
daya manusia yang peduli dan memiliki keterampilan disertai sikap ramah
lingkungan. Lembaga pendidikan merupakan sumber atau investor tenaga di
segala bidang, baik di pemerintahan, perusahaan swasta, pemimpin
masyarakat, guru, media massa, dan sebagainya.
Sejak diangkatnya Menteri Neggara KLH pada tahun 1978, lembaga
pendidikan tinggi menjadi tumpuan pengembangan dan pemberdayaan
masyarakat di bidang lingkungan hidup. Di sekitar tahun 1978 itulah
mulai terbentuk Pusat Studi Lingkungan (PSL) di berbagai perguruan
tinggi di UNPAD, IPB, ITB, UGM, UI, disusul oleh berbagai lembaga
pendidikan yang lainnya.
Menurut data tahun 1989, Pusat Studi Lingkungan di Indonesia berjumlah
53 PSL (Soerjani, 1989). Pada saat itu dalam perkembangannya telah
terbentuk 98 PSL dengan nama yang berbeda-beda sesuai dengan orientasi
dan misi baktinya pendidikan yang menaunginya, seperti Pusat Penelitian
Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PPSDAL) UNPAD, Pusat Penelitian Sumber
Daya Manusia dan Lingkungan (PPSML) UI dan sebagainya. Pada umumnya
perguruan tinggi menjadi penyelenggara pendidikan dan pelatihan di
bidang ilmu lingkungan, AMDAL.
Pada dasarnya timbul pemikiran di kalangan perguruan tinggi untuk
menyelenggarakan berbagai kursus / pelatihan tentang Kelayakan
Pembangunan. Banyak di antara perguruan tinggi itu lebih terlibat dalam
Pelatihan AMDAL yang pada saat ini perlu diarahkan secara lebih luas
menjadi Pelatihan Pelaksanaan Pembangunan melalui beberapa tahapan
berikut:
Umpan balik
Gambar 113.
Keterpaduan pola pendidikan / pelatihan para pelaksana pembangunan,
mulai dari Kelayakan Pembangunan (A), diteruskan Pelatihan Penyusunan
dan Penilaian Kelayakan Pembangunan (B), dari lulusan dasar (A) juga
mempunyai kesempatan mengikuti Pelatihan Pengawasan Pelaksanaan (C) dan
Pelatihan Evaluasi Hasil / Akuntabilitas Pembangunan (D).
Pada saatnya pengawasan pembangunan dan/atau akuntabilitas
pembangunan ini sebaliknya dilaksanakan oleh kelembagaan mandiri
(independen) bersama-sama atau dengan pengawasan pemerintah.
Swadaya Masyarakat
Masyarakat juga berkewajiban untuk memelihara kualitas lingkungan dan
berhak untuk menikmati kualitas lingkungan yang baik. Dalam hal ini
masyarakat atau kelompoknya dapat menjadi pelaksana (stakeholder) aktif
pembangunan. Pada saat ini yang lebih penting adalah juga pemberdayaan
masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dan/atau mengkonsumsi jasa maupun
barang secara baik, artinya sesuai dengan kebutuhan dasar.
Menurut penelitian dari Paul Shaw (ADB 1991) ternyata pencemaran
lingkungan sebanyak 75% terjadi karena industri, tetapi itu pun terjadi
karena industri didorong oleh permintaan konsumen sehingga terjadilah
pencemaran lingkungan baik sewaktu proses produksi maupun dalam proses
konsumsi.
Gambar 114.
Kerusakan lingkungan oleh industri diperkirakan sangat didorong oleh
kebutuhan konsumen yang melebihi kebutuhan dasar (over consumption) dan
limbah yang dihasilkan dalam produksi maupun dalam konsumsi.
Media Massa
Peranan media massa juga perlu pembenahan. Sejak beberapa saat
akhir-akhir ini peranan media massa tidak cukup mendukung kelayakan
pembangunan yang berhasil dan berwawasan lingkungan. Komersialisme media
massa dengan berita atau kasus yang laku dijual tanpa mempertimbangkan
dampaknya pada sikap dan perilaku masyarakat yang baik.
Pada akhir-akhir ini cukup banyak pula adegan film, sinetron, tayangan
yang kurang dapat dipertanggung jawabkan. Bahkan acara tayangan,
kesenian dan hiburan yang mendidik diganti dengan hiburan yang
bertendensi khayalan, kejahatan, porno, isu kericuhan politik, dan
sebagainya. Demikian pula terlalu banyak tayangan atau iklan yang
mendorong hasrat konsumerasi yang kurang bermanfaat. Tentu ada peranan
media massa yang positif untuk pendidikan ataupun pemberdayaan
masyarakat yang baik. Peranan media yang baik ini perlu dikembangkan,
khususnya dengan bekerja sama dengan dunia pendidikan di samping dengan
sektor atau faktor pembangunan lainnya.
Demikian pula isi dan makna advertensi/iklan seperti yang mengarah
ajakan untuk mengkonsumsi barang impor atau sekolah di luar negeri pada
umumnya menimbulkan kesan seolah-olah pasti lebih baik daripada barang
buatan sendiri atau pendidikan di dalam negeri sendiri. Kita perlu
mengakui perlunya untuk mempelajari pendidikan dan teknologi dari luar
sebagai perluasan wawasan dan keterampilan. Tetapi hal itu harus terus
menerus diikuti dengan upaya agar pendidikan dalam negeri mulai dari
pendidikan dasar, menengah dan tinggi di Indonesia makin bertambah baik
sesuai dengan budaya bangsa kita. Pendek kata peranan media massa harus
yang lebih mendidik dan mendorong pendidikan di negeri kita sendiri. Di
samping itu memberikan motivasi bersama pelaku pembangunan yang lain kea
rah pembangunan yang lebih berhasil.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sumber daya alam merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia
sangat bergantung pada sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Sumber daya alam adalah semua kekayaan bumi, baik biotik
maupun abiotik yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia
dan kesejahteraan manusia, misalnya tumbuhan, hewan, udara, air, tanah,
bahan tambang, angin, cahaya matahari, dan mikroba.
Pengelolaan sumber daya alam merupakan suatu hal yang sangat penting
dibicarakan dan dikaji dalam kerangka pelaksanaan pembangunan nasional.
Dengan potensi sumber daya alam yang berlimpah sesungguhnya dapat
melaksanakan proses pembangunan bangsa ini secara berkelanjutan tanpa
harus dibayangi rasa cemas dan takut akan kekurangan modal bagi
pelaksanaan pembangunan tersebut. Pemanfaatan secara optimal kekayaan
sumber daya alam ini akan mampu mambawa kesejahteraan dan kemakmuran
bagi seluruh bangsa Indonesia.
Dalam pembangunan berwawasan lingkungan, terdapat makna pembangunan
yakni pembangunan dan kualitas hidup pembangunan antar sektor dan
kemandirian pembangunan. Dalam pembangunan di Indonesia ada pembangunan
tidak suistainable dan yang berkelangsungan. Di dalam pembangunan adanya
pelaku pembangunan yakni pemerintah, unir kerja Kementerian Lingkungan,
swasta dan pengusaha, lembaga pendidikan, swadaya masyarakat, serta
media massa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar